Wednesday, May 21, 2014

Uang Masjid Untuk Kemaslahatan Umat

Assalamualaikum wr wb.
Beberapa minggu lalu saya mendapatkan dua kasus menarik dalam hal pengelolaan uang masjid.

Kasus 1:
Masjid di Sebuah Komplek Perumahan
Bendahara masjid menceritakan kepada saya bahwa ada rencana untuk merenovasi atap samping masjid (teras) yaitu mengganti semua fibre glass nya dengan harga Rp. 20 juta termasuk ongkos pasang. Memang yang pasang adalah orang yang tergolong jamaah masjid tersebut. Namun bendahara keberatan dengan rencana ini karena keterbatasan kas masjid. Menurutnya uang yang ada di tangan ada sekitar Rp. 20 juta sehingga kalau renovasi dilakukan praktis kas masjid menjadi nol. Tentu saya bereaksi bahwa renovasi tersebut tak perlu dilakukan mengingat biaya yang tak bisa didanai dari kas masjid.
Selanjutnya sang bendahara curhat bahwa dana yang dilaporkan ke jamaah setiap Jumatan adalah sebesar Rp. 32 juta. Namun, karena ada sekitar 13 juta-an dipinjam oleh salah satu pengurus masjid, katakanlah namanya Prapto, maka tinggal sekitar Rp 20 juta. Bendahara tersebut juga menceritakan bahwa ketua masjid, katakan namanya Rudi, juga sering meminjam uang kas mesjid meski akhirnya dikembalikan. Namun, uang yang dipinjam si Prapto ini tak kunjung bisa dilunasi dan selalu menambah terus karena dia selalu pinjam dari waktu ke waktu. Prapto ini bertugas mengumpulkan dana harian masjid mulai dari menghitung yang diterima dari kotak amal dan penerimaan lainnya. Jumlahnya kemudian dilaporkan ke Bendahara. Menurut sang Bendahara, Prapto ini orang miskin karena tak memiliki pekerjaan, hanya istrinya yang bekerja. Pernah ada upaya untuk memutihkan pinjaman Prapto namun belum juga diputuskan.
Analisis Kasus 1:
Menurut saya, pengelolaan masjid di kasus 1 ini tidak amanah dan tidak profesional.
  1. Uang masjid adalah amanah dari jamaah yang berniat menitipkan uangnya untuk sodaqoh dan/atau zakat.
  2. Penggunaan uang masjid tersebut jelas sejatinya adalah untuk perawatan masjid dan pembiayaan kegiatan masjid misalnya pengajian atau penyelenggaraan shalat Jumat atau kegiatan lainnya diluar perayaan hari-hari besar Islam.
  3. Penggunaan uang masjid harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengurus masjid agar penggunaannya untuk perawatan masjid dan bila berlebih untuk kemaslahatan umat.
  4. Pengurus masjid ini jelas tidak amanah karena tak memegang amanah yang diemban dari para jamaah yang memberikan uangnya. Selain itu juga tak profesional karena tidak memberlakukan azas kehati-hatian (prudent) dalam pengelolaan keuangan sehingga meminjamkan uang tanpa jaminan pasti meski itu kepada pengurus masjid sendiri.
  5. Masjid ini tak menggunakan majalah dinding untuk pelaporan posisi kas masjid secara berkala (setiap minggu) sehingga pengelolaannya tidak transparan bagi jamaah.
Menurut saya, pengurus masjid ini harus segera menggelar rapat internal antar pengurus masjid untuk menjelaskan duduk perkara dan pengelolaan uang masjid yang seharusnya. Uang yang dipinjam oleh pengurus bernaa Prapto harus segera diupayakan jalan keluarnya dan disepakati bersama oleh setiap anggota pengurus.
Kasus 2: 
Masjid di Sebuah Instansi Pemerintah
Karena mendengar kabar kurang enak tentang penggunaan dana kas masjid untuk membiayai peringatan tahun baru pimpinan (dan keluarganya) dari instansi tersebut di sebuah hotel di Anyer, saya menemui Bendahara masjid ini. Saya bertanya langsung kepada beliau apa betul telah menyetujui penggunaan dana masjidnya untuk membiayai perayaan tahun baru pimpinan instansi tersebut di sebuah hotel di Anyer. Secara tegas beliau mengatakan tidak ada. Namun beliau mengakui bahwa dana masjid pernah dipinjam untuk “menalangi” dana APBN yang belum cair untuk keperluan instansi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena kepengurusan masjid instansi tersebut masih dibawah kendali struktural Biro Umum instansi tersebut sehingga keluar-masuk uang masih melalui jalur struktural.
Analisis Kasus 2
Saya mengelus dada tersentak kaget sang Bendahara menceritakan hal tersebut secara biasa seperti hal tersebut wajar. Saya langsung bereaksi bahwa penggunaan dana kas masjid harus dikelola penuh amanah dan tanggung-jawab untuk keperluan perawatan masjid. Dengan jumlah dana terkumpul sebesar Rp 178 juta, saya yakin uang tersebut sangatlah pantas untuk merawat masjid yang perawaannya sudah buruk ini karena kalau hujan bocor dan kubahnya sudah terkelupas cat nya.
Andaikan uang tersebut memang dipinjam untuk membiayai pesta akhir tahun di Anyer, menurut saya ini sudah keterlaluan dan salah satu bentuk kedholiman yang harusnya diruntuhkan:
  1. Islam tak mengenal perayaan atau pesta Tahun Baru sehingga kegiatan ini jelas termasuk kegiatan yang sia-sia. Tak ada dalil atau hadits untuk menyambut tahun baru. Jelas, penggunaan dana masjid untuk urusan ini merupakan bentuk kedholiman meskipun pada akhirnya dana tersebut akan dikembalikan ke kas masjid.
  2. Perayaan Akhir Tahun sang Pimpinan tersebut adalah urusan pribadi bukan urusan instansi. jadi, sudah salah bila menggunakan dana APBN atau dana taktis instansi tersebut. Ini jelas merupakan bentuk pelanggaran dalam penggunaan anggaran. Andaikan memang poin 1 di atas tak terjadi, maka poin 2 ini jelas menyalahi aturan. Bukan hanya itu, peryaan tersebut juga menggunakan fasilitas kendaraan instansi tersebut.
Rekomendasi:
Instansi ini harus mawas diri karena tak menunjukkan contoh yang baik dengan menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Harus ada yang mengingatkan kepada Pimpinan tersebut karena ini jelas pelanggaran.
Wallahualam bishawab.
Wassalamualaikum wr wb.
Gatot Widayanto

No comments:

Post a Comment

.

.

Serba serbi